Aku melanjutkan tulisan ini saat tahun sudah berganti, barangkali memang aku pemalas, sehingga perlu waktu yang lama untuk sekedar membangun gairah menulis itu lagi. Kali ini aku akan bercerita tentang Ang Toni.
Jika ada orang paling dekat selain keluarga inti ia adalah Toni, aku memanggilnya "Ang Toni", Ang atau Aang adalah sebutan untuk kakak laki-laki, sama seperti Mas atau Aa. Dia adalah anak dari Kakak Ibuku atau anaknya tante, dalam bahasa sunda biasa dipanggi Ua.
Kita kecil dan tumbuh dilingkungan yang sama, rumah kita hanya berjarak beberapa langkah, anak-anak nini emang sengaja dibuatkan rumah saling berdekatan, dari kelima anak nini hanya satu yang tidak tinggal dilingkungan itu.
Sedari kecil karena kakakku sudah almarhum, Ang Toni inilah penggantinya. sewaktu sekolah dulu aku aktif dalam kegiatan pramuka. sejak kelas 3 SD aku sudah mengikuti persami atau pramuka sabtu minggu disekolah, seingatku dulu aku sendirian yang berasal dari kelas 3 sementara yang lainnya sudah kelas 4 dan 5, dan Ang Tonilah yang biasa mengantarkan bekal titipan Ibu, karena Ibu repot mengurus Dini, sementara Ayah sibuk kerja di Jakarta.
Selain itu, ketika Ang Toni sudah pandai mengendarai motor, Aku, Hendri dan Dini sering sekali diajak muter-muter Desa Maruyungsari dengan motor, kadang rempet 3 kadang rempet 4, cabe-cabean kala itu, lucu sekali jika ingat. diatas motor kita main tebak-tebakan atau sambil bernyanyi-nyanyi ria.
Sewaktu SMP setiap ada kegiatan sekolah yang mengharuskanku menginap semisal pramuka, LDKS atau acara keagamaan, Ang Tonilah yang akan mengantar kemudian menjemputku lagi. Beda usia kita sekitar 3 tahun. Ketika aku masuk SMP, Ang Toni juga masuk SMA, aku ingat betul betapa keluarga begitu haru mendengar kabar Ang Toni diterima di SMAN 1 Banjarsari yang termasuk favorit, karena pada waktu itu dari beberapa orang yang mendaftar hanya 2 orang yang diterima mewakili SMPN 4 Padaherang.
Sudah SMA, intensitas bertemu denganku memang sudah semakin jarang, tapi Ang Toni masih kerap kerumah untuk sekedar mengobrol. pernah suatu hari ia kerumah hanya untuk bercerita bahwa di SMA itu enak, banyak teman, gurunya juga gokil-gokil, aku jadi ingin cepat SMA waktu itu. Aku mendengarkan ceritanya, ikut tertawa jika lucu.
Ang Toni mempunyai pacar sewaktu SMA, mungkin sudah banyak hanya waktu itu yang kutahu namanya fitri, tetangga kampung. aku tahu karena mereka sering mojok setelah pulang sekolah, entah itu pacaran atau bukan aku tidak tahu yang jelas dulu aku suka iseng cie ciein. Aku juga suka menggoda atau barangkali mengganggu mereka, pernah suatu saat, aku ingin membeli soto, kebetulan tempatnya lumayan jauh, berangkatlah aku dan dini dengan sepeda motor, dipertigaan aku melihat Ang Toni sedang mojok dengan Fitri diwarung, seperti biasa. kuberhentikan motorku kemudian bilang " Ang, Ayo ikut beli soto " aku pura-pura enggak ngerti kalo mereka lagi mojok, Ang Toni yang masih menggunakan seragam SMA itu dengan berat hati akhirnya ikut aku, aku merasa menang hari itu.hahaha
Dengan Ang Toni aku sering sekali bertukar handphone, kebetulan handphone-ku nokia kala itu, sementara Ang Toni mempunyai handphone motorola, saat SMP aku belum diperkenankan membawa handphone ke sekolah sehingga handphone hanya hiburan saat dirumah. Ang Toni sering sekali membawa handphoneku kesekolah, jika begitu ia akan meninggalkan handphone motorolanya dirumah dengan isi kartu telkomsel miliku. Sampai Ang Toni meninggal dan aku sakit kala itu, ibu bilang setiap malam aku sering mengigau berebut handphone dengan Ang Toni.
Jadi Ang Toni meninggal ketika ia masih bersekolah dikelas 2 SMA, waktu itu ia kecelakaan motor karena tengah malam sehabis main dengan teman-temannya ia nekat membawa motor sendirian. Aku masih ingat ketika itu pukul 11 malam, Ua atau bapaknya Ang Toni menggedor pintu memberitahukan jika Ang Toni kecelakaan dan dia akan membawanya ke rumah sakit. Aku dan Ibu kaget waktu itu, Dini masih kecil, ia masih tidur waktu itu. kemudian Ibu panik, berjalan dari rumah Ua balik lagi, sampai beberapa kali, ia panik karena kondisi Ang Toni belum bisa dipastikan. Aku disuruhnya untuk tetap diam dirumah menjaga Dini. Ibu Pulang kemudian sholat malam, aku dibelakang ibu memegang tasbih, kemudian ibu balik lagi mengecek apakah sudah ada kabar, aku tiduran menjaga dini sembari tetap bertasbih, karena terlalu ngantuk aku tidak sadar terlelap, tapi belum sampai sepuluh menit aku terlelap dari luar aku mendengar teriakan ibu, sambil lari ibu masuk kedalam rumah kemudian merangkulku, Aku ikut menangis. sementara dirumah Ua aku dengar teriakan yang sama waktu itu. Aku bingung.
Bapaknya Wildan tetanggaku datang, kemudian mencoba menenangkan Ibu, Ibu tetap saja masih menangis sambil memanggil nama Ang Toni, aku terus disampingnya waktu itu. Sampai pada Ibu menggendong dini dan membawaku pindah kerumah Nenek, dirumah Nenek aku bersama keluarga yang lainnya, dengan ponakan-ponakanku yang lainnya, sementara Ibu sudah tidak menangis, ia sibuk menyiapkan peralatan menyambut jenazah, matanya masih sembab dan berkaca-kaca.
Aku sama sekali tidak melihat wajah terakhir Ang Toni, Ibu selalu melarangku melihat wajah orang yang sudah meninggal, entah kenapa mungkin takut anaknya jadi terbayang-bayang, bahkan sampai usiaku 23 tahun, aku hanya pernah 1 kali melihat wajah orang meninggal, teman kantorku.
Sehari setelah kepergian Ang Toni, aku sakit panas. jika tidur mengigau kata ibu. akhirnya aku tidak masuk sekolah selama 3 hari sampai pulih, ibu mafhum ia tahu aku juga dekat dengan Ang Toni. Sampai sekarang, aku masih sering mimpi Ang Toni, dan merasa ia masih hidup. sampai sekarang juga setiap tahun ketika lebaran tiba, aku tidak pernah tidak hadir dimakamnya untuk mendoakan, jika aku lupa, ibu akan selalu bilang " Teh ke makam Aang, setiap tahun kesana masa sekarang enggak " dan keluarga yang lainnyapun selalu mencariku jika ingin kemakam saat lebaran.
Kehilangan orang yang kita sayangi memang menyakitkan, butuh waktu untuk menyembuhkan, untuk melupakan dan membuat keadaan berjalan seperti biasanya.
Baik-baik disana Ang Toni, doaku selalu teriring untukmu.